Festival Tabot Bengkulu
Perayaan Festival Tabot di Kota Bengkulu
|
A. Selayang Pandang
Upacara Tabot merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu yang diadakan untuk mengenang kisah kepahlawan Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW, yang wafat dalam peperangan di padang Karbala, Irak. Tradisi Tabot dibawa oleh para pekerja Islam Syi‘ah dari Madras dan Bengali, India bagian selatan, yang dibawa oleh tentara Inggris untuk membangun Benteng Marlborough (1713—1719). Mereka kemudian menikah dengan penduduk setempat dan meneruskan tradisi ini hingga ke anak-cucunya.
Upacara Tabot sebenarnya tidak hanya berkembang di Bengkulu saja, namun juga sampai ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meulaboh, dan Singkil. Dalam perkembangannya, kegiatan Tabot kemudian menghilang di banyak tempat. Saat ini, hanya ada dua tempat yang melaksanakan upacara ini, yakni Bengkulu dan Pariaman, Sumatra Barat yang menyebutnya dengan Tabuik.
Tabot sendiri berasal dari kata Arab, Tabut yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Tabot dikenal sebagai peti yang berisikan kitab Taurat Bani Israil, yang dipercaya jika muncul akan mendapatkan kebaikan, namun jika hilang akan mendapatkan malapetaka. Saat ini, Tabot yang digunakan dalam Upacara Tabot di Bengkulu berupa suatu bangunan bertingkat-tingkat seperti menara masjid, dengan ukuran yang beragam dan berhiaskan lapisan kertas warna warni.
Pembuatan Tabot harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan secara bersama-sama oleh keluarga pemilik Tabot, keturunan Syekh Burhanudin (Imam Senggolo) yang merupakan pelopor diperkenalkannya Tabot di wilayah Bengkulu. Terdapat dua kelompok besar keluarga pemilik Tabot, yakni kelompok Tabot Barkas dan Tabot Bangsal.
Upacara yang pada awalnya digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW ini, sejak penduduk asli Bengkulu (orang Sipai) lepas dari pengaruh Syi‘ah berubah menjadi sekadar kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, upacara ini juga dijadikan sebagai bentuk partisipasi orang-orang Sipai dalam pelestarian budaya tradisional Bengkulu. Sejak 1990, upacara ini dijadikan agenda wisata Kota Bengkulu, dan kini lebih dikenal sebagai Festival Tabot.
B. Keistimewaan
Upacara Tabot memiliki sembilan tahapan, yang semuanya dilaksanakan dari tanggal 1—10 Muharam. Pertama, adalah Mengambik Tanah (mengambil tanah). Tanah yang diambil pada tahapan ini haruslah berasal dari tempat keramat yang mengandung unsur-unsur magis, seperti di Keramat Tapak Padri yang terletak di dekat Benteng Marlborough dan Keramat Anggut, yang berada di pemakaman umum Pasar Tebek. Mengambik Tanah akan dilakukan pada 1 Muharam, pukul 22.00 WIB. Tanah ini nantinya akan dibungkus dengan kain kafan putih dan dibentuk seperti boneka manusia.
Tahapan kedua adalah Duduk Penja (mencuci jari-jari). Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak, atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia, lengkap dengan jari-jarinya. Penjayang dianggap sebagai benda keramat yang mengandung unsur magis, harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Duduk Penjadilaksanakan pada tanggal 5 Muharam pukul 16.00 WIB
Tahap ketiga adalah Meradai (mengumpulkan dana) yang dilakukan oleh Jola (orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan, biasanya terdiri dari anak-anak berusia 10—12 tahun). Acara Meradai diadakan pada tanggal 6 Muharam, antara pukul 07.00—17.00 WIB.
Tahap keempat adalah Manjara (6—7 Muharam), merupakan acara berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji atau bertanding dal (alat musik sejenis beduk, yang terbuat dari kayu dengan lubang di tengahnya, serta ditutupi kulit lembu). Salah satu keistimewaan dari tahap Menjara ini adalah perang yang dilakukan oleh dua kelompok, yakni Tabot Bangsal dan Tabot Barkas. Namun, perang yang dilakukan dalam festival ini, bukanlah perang yang berbahaya. Karena pada acara ini, perang antara dua kelompok tersebut disimbolkan dengan pertandingan dal. Pada malam pertamaMenjara, salah satu kelompok Tabot akan menghampiri kelompok lainnya. Dalam perjalanan, kelompok ini akan memukulkan dal untuk menarik massa dari setiap kampung yang dilewati, sehingga jumlahnya terus bertambah. Ketika kedua kelompok bertemu, maka dimulailah adu dal. Kedua kelompok langsung beradu menabuh dalsekuat-kuatnya. Konon, dulunya adu dal ini dilakukan hingga ada yang pecah.
Usai mengadu dal, kelompok yang datang, mengunjungi gerga tua (bangunan yang menjadi simbol benteng pertahanan Hussein saat berperang). Di sini, jari-jari Tabot yang dibawa pada saat menggalang massa akan melakukan soja, atau bersambut dengan jari-jari kelompok Tabot lainnya. Hal ini menandakan ritual menjara hari pertama berakhir.
Keesokannya ritual Menjara kembali dilakukan. Kali ini, kelompok yang sebelumnya dikunjungi, balas mengunjungi kelompok lainnya. Rombongan berjalan kaki ke gerga tua untuk mengambil jari-jari dan menjemput massa dari kampung-kampung yang dilewati. Sampai di tempat tujuan, perang kembali dimulai. Kedua kelompok berperang, beradu menabuh dal.
Tahap kelima adalah Arak Penja, di mana penja diletakkan di dalam Tabot dan diarak di jalan-jalan utama Kota Bengkulu. Tahap keenammerupakan acara mengarak penja yang ditambah dengan serban(sorban) putih dan diletakkan pada Tabot kecil.
Tahap ketujuh adalah Gam (tenang/berkabung), merupakan tahapan dalam upacara Tabot yang wajib ditaati. Tahap Gam merupakan saat di mana tidak diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun. Gamberasal dari kata ‘ghum‘ yang berarti tertutup atau terhalang, diadakan setiap tanggal 9 Muharam dari pukul 07.00—16.00 WIB. Pada waktu tersebut, semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot tidak boleh dilakukan.
Tahap terakhir dari keseluruhan rangkaian upacara Tabot disebut dengan Tabot Tebuang yang diadakan pada tanggal 10 Muharam. Seluruh Tabot berkumpul dan dibariskan di Tapak Paderi pada pukul 09.00 WIB. Tak ketinggalan grup hiburan juga telah berkumpul untuk menghibur peserta upacara Tabot dan para pengunjung. Sekitar pukul 11.00 WIB, semua grup Tabot berarak menuju Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini dijadikan lokasi Tabot Tebuang, karena di sinilah tempat dimakamkannya Syekh Burhanuddin.
Pada pukul 12.30 WIB ritual Tabot Tebuang dimulai. Untuk perayaan Tabot, acara terakhir ini dianggap memiliki nilai magis, sehingga harus dipimpin oleh Dukun Tabot tertua. Di akhir acara, bangunan tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan kompleks makam tersebut. Dibuangnya Tabot ini, menandakan selesainya seluruh rangkaian upacara tersebut.
C. Lokasi
Rangkaian Festival Tabot dilakukan di Tapak Paderi, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Indonesia.
D. Harga Tiket
Oleh karena Festival Tabot merupakan pesta rakyat, maka pengunjung yang datang tidak dikenai biaya apapun untuk menontonnya.
E. Akses
Tapak Paderi, yang digunakan sebagai pusat upacara Tabot, terletak sekitar 15 km dari Bandara Fatmawati. Dari sini, pengunjung dapat menyewa mobil yang banyak ditawarkan di sekitar bandara (penduduk setempat menyebutnya sebagai taksi) dan membayar sekitar Rp 75.000,00 sampai ke Tapak Paderi. Perjalanan dengan menggunakan mobil ini, akan memakan waktu sekitar 40 menit.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Lokasi Tapak Paderi yang berada di Kota Bengkulu, memudahkan pengunjung untuk mendapatkan penginapan, rumah makan dan restoran, toko suvenir, serta tempat ibadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar